Dharmaśastra
adalah sastra yang menguraikan tentang hukum (dharma) dalam kehidupan manusia.
Segala ketentuan dan aturan yang mengatur kehidupan manusia baik sebagai
individu maupun sosial dalam kehidupan diatur melalui sumber hukum, yaitu
dharmaśastra. Dharmaśastra isinya menguraikan tentang sumber-sumber hukum
duniawi untuk mengatur ketertiban manusia sesuai dengan nilai-nilai dalam
dharmaśastra sebagai sumber hukum Hindu.
Keteraturan yang
dimaksud dalam hukum Hindu pemberlakuannya dalam Dharmaśastra berbeda disetiap
yuga (zaman). Menurut Pudja, 2010 pemberlakuan Dharmaśastra berdasarkan teori
relativitas Sankha Likita, dikatakan bahwa:
1.
Dharmaśastra-nya Manu (manawa dharmaśastra) untuk zaman Krtayuga;
2.
Dharmaśastra-nya Gautama untuk zaman Tretayuga;
3.
Dharmaśastra-nya Sankha-likhita untuk zaman Dwapara; dan
4.
Dharmaśastra-nya Parasara untuk zaman Kaliyuga.
1. Dharmaśastra-nya Manu (Manawa
Dharmaśastra) untuk Zaman Krtayuga
Pada Krtayuga,
tidak ada manusia yang berbuat adharma walaupun hanya dalam pikiran. Semua
masyarakat disiplin dalam berpikir, berkata dan berperilaku yang benar dan
suci. Manusia pada masa itu selalu mematuhi ajaran-ajaran kebajikan dan manusia
pada masa tersebut selalu berbuat untuk kebahagiaan orang lain. Zaman Krtayuga
sering juga dinamakan zaman Satyayuga, yang mengandung arti bahwa pada masa itu
manusia hidup dalam kesetiaan yang diselimuti oleh kebajikan.
Masa Krtayuga
ditandai oleh corak kehidupan secara khusus, yaitu tapa (pengekangan diri,
yoga, samadhi). Hal ini dijelaskan oleh Pudja dalam buku penjelasan Manawa
Dharmaśastra. Masa Krtayuga ini
berlangsung
selama 1.460.000 tahun manusia dengan ketentuan masa berikutnya berkurang satu.
Pada masa Krtayuga hukum yang berlaku adalah Dharmaśastra-nya Manu.
2. Dharmaśastra-nya Gautama untuk Zaman
Tretayuga
Tretayuga,
merupakan zaman kerohanian. Sifat-sifat kerohanian sangat jelas tampak,
selanjutnya perubahan cara pandang masyarakat tentang kebenaran mulai berubah,
karena pikiranya mulai dipengaruhi oleh sifat yang kurang baik. Masa Tretayuga
ditandai oleh corak kehidupan secara khusus, yaitu jñana (ilmu pengetahuan).
Persembahan jñana (pengetahuan) sebagai jalan persembahan dan bentuk
penghormatan pada masa tersebut, karena orang-orang yang pandai dan terpelajar
akan dihargai dan dihormati. Pada masa Tretayuga hukum yang berlaku adalah
Dharmaśastranya-nya Gautama.
3. Dharmaśastra-nya Sankha-likhita untuk
Zaman Dwapara
Pada masa
dwaparayuga, manusia sudah mulai memiliki dua sifat, yakni sebagian dirinya
merupakan kebaikan dan sebagian lainnya memiliki sifat yang kurang baik. “Zaman
ini diakhiri oleh pemerintahan Parikesit yang merupakan cucunya dari Arjuna”.
Masa dwaparayuga ditandai oleh corak kehidupan secara khusus, yaitu yajña
(kurban). Persembahan yajña (kurban) sebagai jalan persembahan dan bentuk
penghormatan pada masa tersebut pelaksanaan ritual yang diutamakan. Pada masa
dwaparayuga hukum yang berlaku adalah Dharmaśastra-nya Sankha-likhita.
4. Dharmaśastra-nya Parasara untuk Zaman
Kaliyuga
Zaman Kaliyuga,
merupakan zaman terakhir menurut ajaran agama Hindu. Jika ditinjau dari segi
arti katanya, Kaliyuga merupakan kebalikan dari zaman Satyayuga, karena pada
zaman Krtayuga hati manusia benar-benar terfokus kepada Tuhan sebagai pencipta,
pemelihara, dan pemprelina alam beserta isinya. Oleh karena itu, pada zaman
kaliyuga kepuasan hatilah yang menjadi tujuan utama dari manusia. Kata Kali di
dalam bahasa Sanskerta berarti pertengkaran atau percekcokan. Menurut Maswinara
(1999), pusatpusat perdebatan yang menghancurkan kehidupan manusia digambarkan dalam
Kitab Skanda Purana, XVII.1 antara lain pada: minuman keras, perjudian,
pelacuran dan harta benda/emas. Pada zaman ini, jika manusia telah memenuhi
segala sesuatu yang bersifat keduniawian, baik itu berupa harta (kekayaan)
maupun kedudukan, itulah yang menjadi tujuan mereka secara umum. Masa Kaliyuga
ditandai oleh corak kehidupan secara khusus, yaitu dana, misalnya harta benda
material, organisasi, dan lain-lain. Persembahan harta benda atau melalui dana
punia seseorang bisa mencapai pembebasan. Sebagai jalan persembahan melalui
dana yang disebut dengan dana punia dengan tulus mampu menghantarkan seseorang
mencapai pembebasan. Pada Kaliyuga hukum yang berlaku adalah Dharmaśastra-nya
Parasara.
Komentar
Posting Komentar