Daftar kitab
Mahābhārata merupakan kisah epik yang terbagi menjadi delapan belas kitab
atau sering disebut Astadasaparwa. Rangkaian kitab menceritakan kronologi
peristiwa dalam kisah Mahābhārata, yakni semenjak kisah para leluhur Pandawa
dan Korawa (Yayati, Yadu, Puru, Kuru, Duswanta, Sakuntala, Bharata) sampai
kisah diterimanya Pandawa di surga.
Nama kitab |
Keterangan |
Adiparwa |
Kitab Adiparwa
berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu, seperti misalnya kisah
pemutaran Mandaragiri, kisah Bagawan Dhomya yang menguji ketiga muridnya,
kisah para leluhur Pandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah masa
kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah tewasnya rakshasa Hidimba di tangan
Bhimasena, dan kisah Arjuna mendapatkan Dropadi. |
Sabhaparwa |
Kitab Sabhaparwa
berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa di sebuah balairung untuk main
judi, atas rencana Duryodana. Karena usaha licik Sangkuni, permainan
dimenangkan selama dua kali oleh Korawa sehingga sesuai perjanjian, Pandawa
harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu melalui masa
penyamaran selama 1 tahun. |
Wanaparwa |
Kitab
Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di
hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna yang bertapa di
gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti. Kisah Arjuna tersebut menjadi
bahan cerita Arjunawiwaha. |
Wirataparwa |
Kitab
Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di Kerajaan
Wirata setelah mengalami pengasingan selama 12 tahun. Yudistira menyamar sebagai
ahli agama, Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai guru tari, Nakula
sebagai penjinak kuda, Sahadewa sebagai pengembala, dan Dropadi sebagai
penata rias. |
Udyogaparwa |
Kitab
Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang keluarga Bharata (Bharatayuddha).
Kresna yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan perdamaian dengan
Korawa. Pandawa dan Korawa mencari sekutu sebanyak-banyaknya di penjuru
Bharatawarsha, dan hampir seluruh Kerajaan India Kuno terbagi menjadi dua
kelompok. |
Bhismaparwa |
Kitab
Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan tentang pertempuran di
Kurukshetra. Dalam beberapa bagiannya terselip suatu percakapan suci antara
Kresna dan Arjuna menjelang perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal
sebagai kitab Bhagavad Gītā. Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan
gugurnya Resi Bhisma pada hari kesepuluh karena usaha Arjuna yang dibantu
oleh Srikandi. |
Dronaparwa |
Kitab
Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan Bagawan Drona sebagai panglima
perang Korawa. Drona berusaha menangkap Yudistira, namun gagal. Drona gugur
di medan perang karena dipenggal oleh Drestadyumna ketika ia sedang tertunduk
lemas mendengar kabar yang menceritakan kematian anaknya, Aswatama. Dalam
kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu dan Gatotkaca. |
Karnaparwa |
Kitab
Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karna sebagai panglima perang oleh
Duryodana setelah gugurnya Bhisma, Drona, dan sekutunya yang lain. Dalam
kitab tersebut diceritakan gugurnya Dursasana oleh Bhima. Salya menjadi kusir
kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna
gugur di tangan Arjuna dengan senjata Pasupati pada hari ke-17. |
Salyaparwa |
Kitab
Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salya sebagai panglima perang
Korawa pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya gugur di medan perang.
Setelah ditinggal sekutu dan saudaranya, Duryodana menyesali perbuatannya dan
hendak menghentikan pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi ejekan
para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi dengan Bhima.
Dalam perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi ia sempat mengangkat
Aswatama sebagai panglima. |
Sauptikaparwa |
Kitab
Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama kepada tentara Pandawa.
Pada malam hari, ia bersama Kripa dan Kertawarma menyusup ke dalam kemah
pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para Pandawa. Setelah itu
ia melarikan diri ke pertapaan Byasa. Keesokan harinya ia disusul oleh
Pandawa dan terjadi perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa dan
Kresna dapat menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali
perbuatannya dan menjadi pertapa. |
Striparwa |
Kitab
Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami
mereka di medan pertempuran. Yudistira menyelenggarakan upacara pembakaran
jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur.
Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan kelahiran Karna yang menjadi
rahasia pribadinya. |
Santiparwa |
Kitab
Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah membunuh
saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci
oleh Rsi Byasa dan Sri Kresna. Mereka menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran
Hindu agar Yudistira dapat melaksanakan kewajibannya sebagai Raja. |
Anusasanaparwa |
Kitab
Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudistira kepada Resi Bhisma
untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran Dharma, Artha,
aturan tentang berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya.
Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang. |
Aswamedhikaparwa |
Kitab
Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara Aswamedha oleh Raja
Yudistira. Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan
para Raja di dunia, kisah kelahiran Parikesit yang semula tewas dalam
kandungan karena senjata sakti Aswatama, namun dihidupkan kembali oleh Sri
Kresna. |
Asramawasikaparwa |
Kitab
Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian Drestarastra, Gandari, Kunti,
Widura, dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk meninggalkan dunia ramai. Mereka
menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira. Akhirnya Resi Narada datang
membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh api
sucinya sendiri. |
Mosalaparwa |
Kitab
Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri Kresna meninggalkan
kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna mengunjungi Dwarawati dan
mendapati bahwa kota tersebut telah kosong. Atas nasihat Rsi Byasa, Pandawa
dan Dropadi menempuh hidup “sanyasin” atau mengasingkan diri dan meninggalkan
dunia fana. |
Mahaprastanikaparwa |
Kitab
Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan Pandawa dan Dropadi ke
puncak gunung Himalaya, sementara tahta kerajaan diserahkan kepada Parikesit,
cucu Arjuna. Dalam pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali
Yudistira), meninggal dalam perjalanan. |
Swargarohanaparwa |
Kitab
Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira yang mencapai puncak gunung
Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam
perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang sangat setia. Ia menolak
masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si anjing
menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa Dharma. |
Suntingan teks
Antara tahun 1919 dan 1966, para pakar di Bhandarkar Oriental
Research Institute, Pune, membandingkan banyak naskah dari wiracarita ini
yang asalnya dari India dan luar India untuk menerbitkan suntingan teks kritis
dari Mahabharata. Suntingan teks ini terdiri dari 13.000 halaman yang
dibagi menjadi 19 jilid. Lalu suntingan ini diikuti dengan Harivaṃsa dalam
2 jilid dan 6 jilid indeks. Suntingan teks inilah yang biasa dirujuk untuk
telaah mengenai Mahabharata.
RINGKASAN CERITA
Latar belakang
Mahabharata merupakan kisah kilas balik yang dituturkan oleh Resi
Wesampayana untuk Maharaja Janamejaya yang gagal mengadakan upacara korban
ular. Sesuai dengan permohonan Janamejaya, kisah tersebut merupakan kisah
raja-raja besar yang berada di garis keturunan Maharaja Yayati, Bharata, dan
Kuru, yang tak lain merupakan kakek moyang Maharaja Janamejaya. Kemudian Kuru
menurunkan raja-raja Hastinapura yang menjadi tokoh utama Mahabharata. Mereka
adalah Santanu, Chitrāngada, Wicitrawirya, Dretarastra, Pandu, Yudistira,
Parikesit dan Janamejaya.
Para Raja India Kuno
Mahabharata banyak memunculkan nama raja-raja besar pada zaman India Kuno
seperti Bharata, Kuru, Parikesit (Parikshita), dan Janamejaya.
Mahabharata merupakan kisah besar keturunan Bharata, dan Bharata adalah salah
satu raja yang menurunkan tokoh-tokoh utama dalam Mahabharata.
Kisah Sang Bharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan Sakuntala.
Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati,
menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang
Bharata, raja legendaris. Sang Bharata lalu menaklukkan daratan India Kuno.
Setelah ditaklukkan, wilayah kekuasaanya disebut Bharatawarsha yang berarti
wilayah kekuasaan Maharaja Bharata (konon meliputi Asia Selatan). Sang Bharata
menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat pemerintahan
bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari keluarga
tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas
yang disebut Kurukshetra (terletak di negara bagian Haryana, India Utara). Sang
Kuru menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut,
lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Korawa.
Kerabat Wangsa Kaurawa (Dinasti Kuru) adalah Wangsa Yadawa, karena kedua
Wangsa tersebut berasal dari leluhur yang sama, yakni Maharaja Yayati, seorang
kesatria dari Wangsa Chandra atau Dinasti Soma, keturunan Sang Pururawa. Dalam
silsilah Wangsa Yadawa, lahirlah Prabu Basudewa, Raja di Kerajaan Surasena,
yang kemudian berputera Sang Kresna, yang mendirikan Kerajaan Dwaraka. Sang
Kresna dari Wangsa Yadawa bersaudara sepupu dengan Pandawa dan Korawa dari
Wangsa Kaurawa.
Prabu Santanu dan keturunannya
Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang Kuru,
berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga yang dikutuk agar turun
ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang Prabu melanggar janji
pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat membuahkan anak yang
diberi nama Dewabrata atau Bisma. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu
Santanu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan
kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan. Dari
hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citrānggada dan Wicitrawirya.
Citrānggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan
oleh adiknya yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum
sempat memiliki keturunan. Atas bantuan Resi Byasa, kedua istri Wicitrawirya,
yaitu Ambika dan Ambalika, melahirkan masing-masing seorang putera, nama mereka
Pandu (dari Ambalika) dan Dretarastra (dari Ambika).
Dretarastra terlahir buta, maka tahta Hastinapura diserahkan kepada Pandu,
adiknya. Pandu menikahi Kunti dan memiliki tiga orang putera bernama Yudistira,
Bima, dan Arjuna. Kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madri,
dan memiliki putera kembar bernama Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu
tersebut dikenal sebagai Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi Gandari, dan
memiliki seratus orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah
Korawa. Pandu dan Dretarastra memiliki saudara bungsu bernama Widura. Widura
memiliki seorang anak bernama Sanjaya, yang memiliki mata batin agar mampu
melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Keluarga Dretarastra, Pandu,
dan Widura membangun jalan cerita Mahabharata.
Pandawa dan Korawa
Pandawa dan Korawa merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun
berasal dari leluhur yang sama, yakni Kuru dan Bharata. Korawa (khususnya
Duryodana) bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa,
sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika ditindas oleh
sepupu mereka. Ayah para Korawa, yaitu Dretarastra, sangat menyayangi
putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya yaitu
Sangkuni, beserta putera kesayangannya yaitu Duryodana, agar mau mengizinkannya
melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada suatu ketika, Duryodana mengundang Kunti dan para Pandawa untuk
liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh
Duryodana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun para Pandawa diselamatkan
oleh Bima sehingga mereka tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai
menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti masuk hutan. Di hutan tersebut Bima
bertemu dengan rakshasa Hidimba dan membunuhnya, lalu menikahi adiknya, yaitu
rakshasi Hidimbi. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca.
Setelah melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan Panchala. Di sana
tersiar kabar bahwa Raja Drupada menyelenggarakan sayembara memperebutkan Dewi
Dropadi. Karna mengikuti sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Dropadi.
Pandawa pun turut serta menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian
seperti kaum brahmana. Arjuna mewakili para Pandawa untuk memenangkan sayembara
dan ia berhasil melakukannya. Setelah itu perkelahian terjadi karena para
hadirin menggerutu sebab kaum brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara.
Pandawa berkelahi kemudian meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka
berkata kepada ibunya bahwa mereka datang membawa hasil meminta-minta. Ibu
mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya.
Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya
membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang wanita. Tak pelak lagi, Dropadi
menikahi kelima Pandawa.
Permainan dadu
Agar tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua untuk dibagi
kepada Pandawa dan Korawa. Korawa memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan
ibukota Hastinapura, sementara Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan
ibukota Indraprastha. Baik Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana
megah, dan di sanalah Duryodana tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai
lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi Dropadi. Hal tersebut
membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa.
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira secara perlahan namun pasti,
Duryodana mengundang Yudistira untuk main dadu dengan taruhan harta dan
kerajaan. Yudistira yang gemar main dadu tidka menolak undangan tersebut dan
bersedia datang ke Hastinapura dengan harapan dapat merebut harta dan istana
milik Duryodana. Pada saat permainan dadu, Duryodana diwakili oleh Sangkuni
yang memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Satu persatu kekayaan Yudistira
jatuh ke tangan Duryodana, termasuk saudara dan istrinya sendiri. Dalam
peristiwa tersebut, pakaian Dropadi berusaha ditarik oleh Dursasana karena
sudah menjadi harta Duryodana sejak Yudistira kalah main dadu, namun usaha
tersebut tidak berhasil berkat pertolongan gaib dari Sri Kresna. Karena
istrinya dihina, Bima bersumpah akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya
kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, Dretarastra merasa bahwa malapetaka
akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala harta Yudistira yang
dijadikan taruhan.
Duryodana yang merasa kecewa karena Dretarastra telah mengembalikan semua
harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya, menyelenggarakan permainan dadu
untuk yang kedua kalinya. Kali ini, siapa yang kalah harus menyerahkan kerajaan
dan mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa
penyamaran selama setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi ke kerajaannya.
Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti permainan tersebut dan sekali
lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan
kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun.
Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah,
Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryodana.
Namun Duryodana bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada
Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa habis.
Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal. Akhirnya,
pertempuran tidak dapat dielakkan lagi.
Pertempuran di Kuruksetra
Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari
Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan
Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan masih banyak
lagi. Selain itu para ksatria besar di Bharatawarsha seperti misalnya Drupada,
Satyaki, Drestadyumna, Srikandi, Wirata, dan lain-lain ikut memihak Pandawa.
Sementara itu Duryodana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Korawa sekaligus
mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Korawa dibantu oleh
Resi Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa yaitu Jayadrata, serta
guru Krepa, Kretawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawas, Bahlika, Sangkuni, Karna,
dan masih banyak lagi.
Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak
ksatria yang gugur, seperti misalnya Abimanyu, Drona, Karna, Bisma, Gatotkaca,
Irawan, Raja Wirata dan puteranya, Bhagadatta, Susharma, Sangkuni, dan masih
banyak lagi. Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah dan
pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari kedelapan belas, hanya sepuluh
ksatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa,
Yuyutsu, Satyaki, Aswatama, Krepa dan Kretawarma.
Penerus Wangsa Kuru
Setelah perang berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura.
Setelah memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu
Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan Dropadi
mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana mereka
meninggal dan mencapai surga. Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil
dan bijaksana. Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya.
Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama
Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya kemudian
memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura.
Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Astadasa Parwa
Nilai-nilai ajaran
dalam cerita Mahabharata kiranya masih relevan digunakan sebagai pedoman untuk
menuntun hidup menuju ke jalan yang sesuai dengan Veda. Oleh
karena itu mempelajari kita suci Veda, terlebih dahulu harus memahami dan
menguasai Itihasa dan Purana (Mahabharata dan Ramayana), seperti yang
disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya sloka 49 sebagai berikut :
"Weda itu
hendaknya dipelajari dengan sempurna, dengan jalan mempelajari itihasa dan
purana, sebab Weda itu merasa takut akan orang-orang yang sedikit
pengetahuannya"
Adapun
nilai-nilai yang terkandung di dalam teks Astadasaparwa diantaranya adalah:
Nilai ajaran dharma, nilai kesetiaan, nilai pendidikan dan nilai yajna (korban
suci). Nilai-nilai ini kiranya ada manfaatnya untuk
direnungkan dalam kehidupan dewasa ini.
1.
Nilai
Dharma (kebenaran hakiki). inti pokok cerita Mahabharata adalah konflik
(perang) antara saudara sepupu (Pandawa melawan seratus Korawa) keturunan
Bharata. Oleh karena itu Mahabharata disebut juga Maha-bharatayuddha. Konflik
antara Dharma (kebenaran/kebajikan) yang diperankan oeh Panca Pandawa) dengan
Adharma (kejahatan/kebatilan ) yang diperankan oleh Seratus Korawa. Dharma merupakan
kebajikan tertinggi yang senantiasa diketengahkan dalam cerita Mahabharata.
Dalam setiap gerak tokoh Pandawa lima, dharma senantiasa menemaninya. Setiap
hal yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan, menyenangkan hati
diri sendiri, sesama manusia maupun mahluk lain, inilah yang pertama dan utama
Kebenaran itu sama dengan sebatang pohon subur yang menghasilkan buah yang
semakin lama semakin banyak jika kita terus memupuknya. Panca Pandawa dalam
menegakkan dharma, pada setiap langkahnya selalu mendapat ujian berat, memuncak
pada perang Bharatayuddha. Bagi siapa saja yang berlindung pada Dharma, Tuhan
akan melindunginya dan memberikan kemenangan serta kebahagiaan. Sebagaimana
yang dilakukan oleh pandawa lima, berlindung di bawah kaki Krsna sebagai
awatara Tuhan. " Satyam ewa jayate " (hanya kebenaran yang menang).
2.
Nilai
kesetiaan (satya), cerita Mahabharata mengandung lima nilai kesetiaan (satya)
yang diwakili oleh Yudhistira sulung pandawa. Kelima nilai kesetiaan itu
adalah: Pertama, satya wacana artinya setia atau jujur dalam berkata-kata,
tidak berdusta, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sopan. Kedua, satya
hredaya, artinya setia akan kata hati, berpendirian teguh dan tak
terombang-ambing, dalam menegakkan kebenaran. Ketiga, satya laksana, artinya
setia dan jujur mengakui dan bertanggung jawab terhadap apa yang pernah
diperbuat. Keempat, satya mitra, artinya setia kepada teman/sahabat. Kelima,
satya semaya, artinya setia kepada janji. Nilai kesetiaan/satya sesungguhnya
merupakan media penyucian pikiran. Orang yang sering tidak jujur kecerdasannya
diracuni oleh virus ketidakjujuran. Ketidakjujuran menyebabkan pikiran lemah
dan dapat diombang-ambing oleh gerakan panca indria. Orang yang tidak jujur
sulit mendapat kepercayaan dari lingkungannya dan Tuhan pun tidak merestui.
3.
Nilai
pendidikan, Sistem Pendidikan yang di terapkan dalam cerita Mahabharata lebih
menekankan pada penguasaan satu bidang keilmuan yang disesuaikan dengan minat
dan bakat siswa. Artinya seorang guru dituntut memiliki kepekaan untuk
mengetahui bakat dan kemampuan masing-masing siswanya. Sistem ini diterapkan
oleh Guru Drona, Bima yang memiliki tubuh kekar dan kuat bidang keahliannya
memainkan senjata gada, Arjuna mempunyai bakat di bidang senjata panah, dididik
menjadi ahli panah.Untuk menjadi seorang ahli dan mumpuni di bidangnya
masing-masing, maka faktor disiplin dan kerja keras menjadi kata kunci dalam
proses belajar mengajar.
4.
Nilai
yajna (koban suci dan keiklasan) ,bermacam-macam yajna dijelaskan dalam cerita
Mahaharata, ada yajna berbentuk benda, yajna dengan tapa, yoga, yajna
mempelajari kitab suci ,yajna ilmu pengetahuan, yajna untuk kebahagiaan orang
tua. Korban suci dan keiklasan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud
tidak mementingkan diri sendiri dan menggalang kebahagiaan bersama adalah
pelaksanaan ajaran dharma yang tertinggi (yajnam sanatanam).
Makna Filosofis Astadasaparwa (Mahabharata).
Tubuh manusia memiliki 10 organ (indriya), yaitu lima organ sensorik ( jinanendriyas) dan lima organ motorik ( karmendriyas), dan sebuah "antahkarana" atau organ/indera internal. Sedangkan organ sensorik dan motorikadalah organ eksternal (bahihkarana). Antahkarana berhubungan langsung dengan tubuh fisik. Antahkarana merupakan bagian intrinsik dari pikiran itu sendiri. Berkat kerja dari bagian inilah pikiran kita bisa merasakan perut yang kosong,dan kemudian merasa lapar. Begitu perut kosong, pikiran mulai mencari makanan, dan hal ini diekspresikan melalui aksi fisik. Jadi terdapat dua bagian, yang satu merupakan bagian intrinsik pikiran, dan satu bagian lagi adalah kesepuluh organ.
Yang mendorong terjadinya aktivitas adalah antahkarana. Antahkarana tersusun atas pikiran sadar (conscious) dan bawah sadar (subconscoius). Maka jika antahkarana menginginkan sesuatu, maka tubuh fisiklah yang bekerja menurut keinginan tersebut.
Dalam Sanskrit dikenal enam arah utama yang dinamakan "disha" atau "pradisha": Utara, Selatan, Timur, Barat, Atas, dan Bawah. Juga terdapat empat sudut yang dinamakan "anudisha": Barat Laut (iishana), Barat Daya (agni), Tenggara (vayu) dan Timur Laut (naerta). Jadi seluruhnya ada sepuluh.
Pikiran sesungguhnya buta. Dengan pertolongan "wiweka" (conscience/hati nurani) maka pikiran bisa melihat dan memvisualisasikan sesuatu. Jadi pikiran dapat dilambangkan dengan Dhritarastra (Seorang raja yg buta dalam kisah Mahabharata), dan daya fisik, yaitu kesepuluh organ dapat bekerja dalam sepuluh arah secara simultan. Jadi pikiran memiliki 10 organ X 10 arah = 100 ekpresi eksternal. Dengan kata lain, ke-100 putra Dhritasastra melambangkan seratus ekspresi eksternal ini.
Pandawa
Mereka melambangkan lima faktor fundamental dalam struktur manusia.
· Sadewa/Sahadeva melambangkan faktor padat, mereprestasikan cakra muladhara (kemampuan untuk menjawab segala sesuatu).
· Nakula pada cakra svadhisthana. Nakula berarti "air yang mengalir tanpa memiliki batas". "Na" berarti "Tidak", dan "kula" bararti "batas", melambangkan faktor cair.
· Arjuna, melambangkan energi atau daya, faktor cahaya pada cakra manipura, selalu berjuang untuk mempertahankan keseimbangan.
· Bhima, putra Pandu, adalah faktor udara "vayu", terdapat pada cakra anahata.
· Terakhir adalah Yudhisthira, pada cakra vishuddha, dimana terjadi peralihan dari sifat materi ke sifat eterik.
Jadi pada pertempuran antara materialis dan spiritualis, antara materi kasar dan materi halus, Yudhisthira tetap tak terpengaruh."Yudhi sthirah Yudhisthirah" artinya "Orang yang tetap tenang/diam saat pertempuran dinamakan Yudhisthira".
Krsna terdapat pada cakra sahasrara. Jadi ketika kundalinii (Keagungan yang tertidur) terbangkitkan, naik dan menuju perlindungan Krsna dengan bantuan Pandawa, maka Jiiva (unit diri) bersatu dengan Kesadaran Agung. Pandawa menyelamatkan jiiva dan membawanya ke perlindungan Krsna.
Sanjaya adalah menteri-nya Dhritarastra. Sanjaya adalah wiweka(Nalar/pertimbangan). Dhritarastra bertanya kepada Sanjaya, karena ia sendiri tidak bisa melihatnya, "Oh Sanjaya, katakan padaku, dalam perang Kuruksetra dan Dharmaksetra, bagaimana keadaan pihak kita?"
Keseratus putra Dhritarastra, pikiran yang buta, mencoba menguasai jiiva, yang diselamatkan oleh Pandawa melalui pertempuran. Akhirnya kemenangan ada di pihak Pandawa, mereka membawa jiiva ke perlindungan Krsna. Inilah arti filosofis dari Mahabharata.
Kuruksetra adalah dunia tempat melakukan aksi, dunia eksternal, yang menuntut kita terus bekerja. Bekerja adalah perintah. "Kuru" artinya "bekerja", dan ksetra artinya "medan", Dharmaksetra adalah dunia psikis internal. Disini Pandawa mendominasi.
Panca Yadnya berdasarkan sarana dan bentuk pelaksanaan dalam Bisma Parwa dijelaskan:
a. Drewaya Yadnya,
adalah Yadnya yang mempergunakan harta milik sebagai sarana korban.
b. Tapa Ydnya,
adalah Yadnya dengan melaksanakan tapa, yaitu tahan uji tahan derita sebagai
sarana berkorban.
c. Jnana Yadnya,
adalah Yadnya dengan menyumbangkan kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, member
pandangan-pandangan, atau buah pikiran yang berguna, sebagai sarana korban.
d. Yoga Yadnya,
adalah Yadnya dengan pengamalan yoga, yaitu menghubungkan diri pada Sang Hyang
Widhi melalui jenjangan-jenjangan yoga. Bahkan sampai dengan tingkat tertingi
yakni semadhi, sebagai sarana berkorban.
e. Swadyaya
Yadnya, adalah Yadnya dengan mengorbankan diri demi kepentingan dharma.
Seperti halnya para pahlawan kemerdekaan, mereka mengorbankan diri demi sebuah
kemerdekaan. Ini juga disebut Yadnya.
Nilai-Nilai yang Terkandung didalam Cerita Santi Parwa dan Aswamedha Parwa :
1. NilaiTradisi.
Yaitu suatu kebiasaan yang masih diturunkan hingga sekarang. Kebiasaan ini adalah upacara bagi orang yang telah meninggal harus dilakukan oleh keluarga, kerabat atau keturunannnya, yang bertujuan untuk membantu sang atman agar mencapai tempat yang baik di alam niskala. Hal ini terlihat saat Kunti meminta Yudhistira untuk membuatkan upacara kremasi yaitu persembahan air suci kepada Radheya, karena putra Radheya telah mati dalam perang. Sehingga Kunti dan putra-putranya yang lainlah yang wajib mempersembahkan upacara kremasi untuk Radheya.
2. Nilai Moral.
Nilai Moral ini dapat kita lihat, ketika Kunti menghanyutkan Karna di Sungai Ganga karena Ia merasa malu melahirkan anak tanpa melaui perkawinan. Tindakan Kunti tersebut tentu saja merupakan perbuatan yang tidak terpuji. Ia telah mengucapkan mantra tanpa mengetahui apa fungsi dari mantra tersebut. Yang akhirnya membuat Karna memiliki masa depan yang suram akibat di asuh oleh orang yang tidak baik.
3. Nilai Kesetiaan (satya).
a. Satya Mitra.
Satya Mitra yaitu setia kepada teman. Sikap ini dimiliki oleh Radheya. Walaupun Radheya telah mengetahui bahwa Kunti adalah ibunya dan Pandawa adalah saudaranya serta bahkan Kunti telah membujuknya untuk tinggal bersamanya, namun ia menolak ajakan Kunti karena ia tidak ingin mengecewakan teman dan majikannya, yaitu Yudhistira.
b. Satya Laksana.
Sikap setia ini juga dimiliki oleh Radheya. Walaupun Ia merasa sedih sekaligus senang mendengar bahwa pandawa adalah saudaranya, namun Ia tetap melaksakan tugas dan kewajibannya dengan sebagaimana mestinya.
c. Satya Wacana
Sebelum dibunuh oleh Arjuna, Radheya pernah mengatakan bahwa ia tak akan membunuh Pandawa kecuali Arjuna. Saat terjadi selisih paham dengan Bhima, Nakula dan Sahadewa, Radheya tidak bertempur dengannya, tetapi hanya menghinanya. Hal ini dilakukan karena Radheya ingin menyenangkan hati temannya Duryodana. Dan Radheya benar-benar menepati segala ucapannya.
d. Satya Hrdaya
Sifat ini dimiliki oleh Raja Marutta yang tetap pada pendirian dan kata hatinya dalam pelaksanaan upacara Aswamedha yang dilakukannya. Walaupun Ia sempat dijanjikan keabadian oleh Indra apabila Ia mengganti Samwarta dengan Wrspati sebagai pemimpin Yadnya besar tersebut, Raja Marutta tidak tergoyahkan.
e. Satya Semaya.
Sifat ini juga dimiliki oleh Raja Marutta yang setia dengan janjinya kepada Samwarta, yaitu: Ia tidak akan tergoyahkan, apapun yang akan terjadi selanjutnya. Karena tentu saja Indra dan Wrspati akan berusaha menggagalkan pelaksanaan upacara tersebut.
Yang kedua, Ia harus melakukan pertapan di puncak pegunungan Himalaya guna mendapatkan emas sebagai prasarana dalam melengkapi upacara. Dan Raja Marutta berhasil memenuhi janjinya tersebut.
4. Nilai kepemimpinan.
Sifat ini dimiliki oleh Yudhistira, Setelah Ia mendapatkan pencerahan dari Rsi Vyasa, Ia baru menyadari bahwa tugasnya sebagai seorang raja tidak berhak untuk tenggelam dalam urusan pribadinya. Karena bagi Rakyat, Raja adalah Dewa dan begitu juga sebaliknya. Selain itu, sifat ini juga ditunjukkan oleh Yudhistira saat ia berhasil menunjuk pejabat kerajaan sesuai dengan sifat dan kemampuan yang dimilki oleh masing-masing pejabatnya tersebut.
5. Nilai Yadnya (Upacara).
Dapat kita lihat ketika Para Pandawa mengadakan upacara kremasi atau persembahan air suci di tepi sungai Ganga untuk para pahlawan yang gugur dalam perang. Nilai Upacara ini juga dapat dilihat saat Raja Marutta dan Yudhistira mengadakan upacara Yadnya yang begitu besar yaitu upacara Aswameda yang dapat di samakan dengan dana punia dijaman sekarang ini.
6. Nilai Pendidikan.
Hal ini dapat dilihat dari hal-hal yang sepatutnya dilaksakan sesuai dengan tingkatan masing-masing jaman. Yaitu Melaksanakan penebusan dosa yang sangat ketat dilakukan orang pada kerta yuga, mempelajari ilmu pengetahuan (jnana) yang diutamakan orang pada treata yuga , melaksanakan upacara yadnya yang diutamakan orang pada dwapara yuga dan berdaana (daanam) yang diutamakan orang pada kali yuga.
7. Nilai Spiritual.
Pemakaian binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai sarana upacara Yadnya telah disebutkan dalam “Manawa Dharmasastra V.40”; Tumbuh-tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai sarana upacara Yadnya itu akan meningkat kualitasnya dalam penjelmaan berikutnya. Manusia yang memberikan kesempatan kepada tumbuh-tumbuhan dan hewan tersebut juga akan mendapatkan pahala yang utama. Karena setiap perbuatan yang membuat orang lain termasuk sarwa prani meningkat kualitasnya adalah perbuatan yang sangat mulia. Perbuatan itu akan membawa orang melangkah semakin dekat dengan Tuhan. Karena itu penggunaan binatang sebagai sarana pokok upacara banten caru bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat kebinatangan atau keraksasaan menuju sifat-sifat kemanusiaan terus meningkat menuju kesifat-sifat kedewaan.
MAHABHARATA MERUPAKAN SEJARAH
Banyak terjadi salah mengerti di
masyarakat Bali khususnya yang mayoritas beragama Hindu dan juga masarakat
Indonesia pada umumnya mengenai Mahabharata. Sebagian besar dari kita masih
keliru memandang Mahabharata adalah cerita karangan bukan fakta realitas atau
sejarah. Dengan demikian tidak mantap dengan kitab suci Bhagavad Gita karena
dikira bersumber dari sebuah cerita karangan. Untuk menghilangkan semua
keraguan itu, berikut akan disajikan beberapa penjelasan berdasarkan
bukti-bukti sejarah.
Mahabharata di dalam Veda disebut
Itihasa yang artinya demikian terjadi seperti itu. Bhagavad Gita yang sumbernya
Mahabharata adalah suatu realitas bukan fiksi, dengan tokoh seperti Sri Krishna
dan Arjuna adalah tokoh yang benar-benar pernah ada.
Bukti bukti sejarah Mahabharata
adalah:
- Medan perang Kuru Setra masih
bisa dilihat di India kira-kira 3 jam perjalanan dari New Delhi, namanya
setelah 5100 tahun belum berubah, tetap saja Kuru Setra. Di sana terdapat
peninggalan sejarah sebuah sumur tempat Drupadi mencuci rambut, untuk
mengakhiri sumpahnya ketika dilecehkan oleh Dursasana.
- Ada tempat di mana Bhagavad
Gita disabdakan yang disebut Joytisar. Di sana masih berdiri pohon yang
menjadi saksi percakapan Sri Krishna dan Arjuna.
- tempat di mana Bisma gugur
dengan berbaring di atas anak panah. Diselidiki dengan peralatan modern
memang di sana pernah terjadi pertempuran yang dahsyat.
- daerah Mathura, (yang dalam
Mahabharata juga bernama Mathura), terdapat penjara Kamsa di mana Devaki
dan Vasudeva dipenjarakan. Di sanalah Tuhan muncul sebagai Purnam Avatara
Sri Krishna, memberi peran kepada Devaki dan Vasudeva sebagai orang
tuanya. Sri Krishna adalah Tuhan Narayana. Penjara Kamsa di Matura saat
ini menjadi tempat suci, beribu-ribu orang datang berziarah untuk melihat
di mana Tuhan Narayana/Sri Krishna muncul 5100 tahun yang lalu dan
peziarah menguncarkan doa-doa pujian kepada Tuhan yang pernah muncul di
sana.
- Vrindavan di mana tempat ini
menjadi lila (aktivitas rohani) Sri Krishna, sampai sekarang tempat ini
menjadi kawasan suci, yang memancarkan vibrasi rohani. Seluruh kegiatan
masyarakat Vrindavan sepenuhnya rohani.
- ditemukannya bekas kerajaan Sri
Krishna di Dvaraka [Yang baru-baru ini disiarkan melalui siaran televisi
Discovery (melalui Indovision)]. Bukti-bukti sejarah ini ditemukan di
dasar laut. Dalam Mahabharata kerajaan Krishna Dvaraka disebutkan
tenggelam.
- Manipur di mana Raja Manipur
adalah keturunan Arjuna, dan sekarang masih ada. Arjuna dalam Mahabharata
kawin dengan putri Raja Manipur berputra yang namanya Babru-wahana. Inilah
yang menurunkan raja-raja Manipur (terletak di India bagian timur laut
yang berbatasan dengan Birma).
- Kemunculan Sri Krishna yang
diperingati di seluruh India dan merupakan libur nasional yang dikenal
dengan Krishna Janmastami. Artinya kemunculan-Nya di penjara Kamsa ada
tanggal dan tahunnya. Ini juga bukti sejarah.
Itulah beberapa bukti sejarah yang
menunjukan kisah mahabharata merupakan sejarah (itihasa), Dengan demikian
mantapkan diri dalam mempelajari Bhagavad Gita sebagai sabda Tuhan. Bhagavad
Gita adalah kitab suci terpopuler di seluruh dunia, bukan hanya dibaca oleh
orang orang Hindu, tetapi semua pemimipin spiritual tanpa memandang agama dan
kepercayaannya. Juga pemimpin-pemimpin yang cerdas maupun orang-orang besar,
menyempatkan diri untuk membaca pustaka suci Bhagavad Gita yang maha agung,
sebagai samudera pengetahuan rohani.
FAKTA ILMIAH ADANYA PERANG MAHABHARATA (Perang Nuklir
Jaman Prasejarah)
Kisah
Mahabharata menceritakan konflik hebat keturunan Pandu dan Dristarasta dalam
memperebutkan takhta kerajaan. Menurut beberapa sumber, epos ini ditulis pada
tahun 1500 SM. Namun fakta sejarah yang dicatat dalam buku tersebut masanya
juga lebih awal 2.000 tahun dibanding penyelesaian bukunya. Artinya peristiwa
yang dicatat dalam buku ini diperkirakan terjadi pada masa ±5000 tahun yang
silam. Buku ini telah mencatat kehidupan dua saudara sepupu yakni Kurawa dan
Pandawa yang hidup di tepian sungai Gangga meskipun akhirnya berperang di
Kurukshetra. Namun yang membuat orang tidak habis berpikir adalah kenapa perang
pada masa itu begitu dahsyat? Padahal jika dengan menggunakan teknologi perang
tradisional, tidak mungkin bisa memiliki kekuatan yang sebegitu besarnya.
Spekulasi
baru dengan berani menyebutkan perang yang dilukiskan tersebut, kemungkinan
adalah semacam perang nuklir. Perang pertama kali dalam buku catatan dilukiskan
seperti berikut ini :
"bahwa
Arjuna yang gagah berani, duduk dalam Weimana (sarana terbang yang mirip
pesawat terbang) dan mendarat di tengah air, lalu meluncurkan Gendewa, semacam
senjata yang mirip rudal/roket yang dapat menimbulkan sekaligus melepaskan
nyala api yang gencar di atas wilayah musuh. seperti hujan lebat yang kencang,
mengepungi musuh, dan kekuatannya sangat dahsyat.Dalam sekejap, sebuah bayangan
yang tebal dengan cepat terbentuk di atas wilayah Pandawa, angkasa menjadi
gelap gulita, semua kompas yang ada dalam kegelapan menjadi tidak berfungsi, kemudian
badai angin yang dahsyat mulai bertiup disertai dengan debu pasir.
Burung-burung bercicit panik seolah-olah langit runtuh, bumi merekah. Matahari
seolah-olah bergoyang di angkasa, panas membara yang mengerikan yang dilepaskan
senjata ini, membuat bumi bergoncang, gunung bergoyang, di kawasan darat yang
luas, binatang-binatang mati terbakar dan berubah bentuk, air sungai kering
kerontang, ikan udang dan lainnya semuanya mati. Saat roket meledak, suaranya
bagaikan halilintar, membuat prajurit musuh terbakar bagaikan batang pohon yang
terbakar hangus".
Tapi,
benarkah demikian yang terjadi sebenarnya? Mungkinkah jauh sebelum era modern
seperti masa kita ini ada sebuah peradaban maju yang telah menguasai teknologi
nuklir? Sedangkan masa sebelum 4000 SM dianggap sebagai masa prasejarah dimana
peradaban Sumeria dianggap peradaban tertua didunia tidak ditemukan kemajuan
semacam ini? Namun selama ini terdapat berbagai diskusi, teori dan penyelidikan
mengenai kemungkinan bahwa dunia pernah mencapai sebuah peradaban yang maju
sebelum tahun 4000 SM.
Teori
Atlantis, Lemuria, kini makin diperkuat dengan bukti tertulis seperti
percakapan Plato mengenai dialog Solon dan pendeta Mesir kuno mengenai
Atlantis, naskah kuno Hinduisme mengenai Ramayana & Bharatayudha mengenai
dinasti Rama kuno, dan bukti arkeologi mengenai peradaban Monhenjo-Daroo,
Easter Island dan Pyramid Mesir maupun Amerika Selatan.
Penelusuran
fakta ilmiah
Akhir-akhir
muncul sebuah teori mengenai kemungkinan manusia pernah memasuki zaman nuklir
lebih dari 6000 tahun yang lalu. Peradaban Atlantis di barat, dan dinasti Rama
di Timur diperkirakan berkembang dan mengalami masa keemasan antara tahun
30.000 SM hingga 15.000 SM.
Atlantis
memiliki wilayah mulai dari Mediteranian hingga pegunungan Andes di seberang
Samudra Atlantis sedangkan Dinasti Rama berkuasa di bagian Utara
India-Pakistan-Tibet hingga Asia Tengah. Peninggalan Prasasti di Indus, Mohenjo
Daroo dan Easter Island (Pasifik Selatan) hingga kini belum bisa diterjemahkan
dan para ahli memperkirakan peradaban itu berasal jauh lebih tua dari peradaban
tertua yang selama ini diyakini manusia (4000 SM). Beberapa naskah Wedha dan
Jain yang antara lain mengenai Ramayana dan Mahabharata ternyata memuat bukti
historis maupun gambaran teknologi dari Dinasti Rama yang diyakini pernah
mengalami zaman keemasan dengan tujuh kota utamanya ‘Seven Rishi City’ yg salah
satunya adalah Mohenjo Daroo (Pakistan Utara).
Dalam suatu
cuplikan cerita dalam Epos Mahabarata dikisahkan bahwa Arjuna dengan gagah
berani duduk dalam Weimana (sebuah benda mirip pesawat terbang) dan mendarat di
tengah air, lalu meluncurkan Gendewa, semacam senjata yang mirip rudal/roket
yang dapat menimbulkan sekaligus melepaskan nyala api yang gencar di atas
wilayah musuh, lalu dalam sekejap bumi bergetar hebat, asap tebal membumbung
tinggi diatas cakrawala, dalam detik itu juga akibat kekuatan ledakan yang
ditimbulkan dengan segera menghancurkan dan menghanguskan semua apa saja yang
ada disitu. Yang membuat orang tidak habis pikir, sebenarnya senjata semacam
apakah yang dilepaskan Arjuna dengan Weimana-nya itu?
Ada beberapa
penelitian yang berusaha menguak tabir misteri kehidupan manusia di masa lampau
ini. Tentang bagaimana kehidupan sosial hingga kemajuan ilmu dan teknologi
mereka. Beberapa waktu belakangan banyak hasil penelitian yang mengejutkan.
Secara umum penggambaran melalui berbagai macam teori dan penelitian mengenai
subyek ini telah pula memberikan beberapa bahan kajian yang menarik, antara
lain adalah:
- Permulaan sebelum dua milyar
tahun hingga satu juta tahun dari peradaban manusia sekarang ini teryata
telah terdapat peradaban manusia. Dalam masa-masa yang sangat lama ini
terdapat berapa banyak peradaban yang demikian maju namun akhirnya menuju
pada sebuah kebinasaan? Dan penyebab kebinasaan itu adalah tiada lain
akibat peperangan yang pernah terjadi.
- Atlantis dan Dinasti Rama
pernah mengalami masa keemasan (Golden Age) pada saat yang bersamaan
(30.000-15.000 SM). Keduanya sudah menguasai teknologi nuklir. Keduanya
memiliki teknologi dirgantara dan aeronautika yang canggih hingga memiliki
pesawat berkemampuan dan berbentuk seperti UFO (berdasarkan beberapa
catatan) yang disebut Vimana (Rama) dan Valakri (Atlantis).
- Penduduk Atlantis memiliki
sifat agresif dan dipimpin oleh para pendeta (enlighten priests), sesuai
naskah Plato. Dinasti Rama memiliki tujuh kota besar (Seven Rishi’s City)
dengan ibukota Ayodhya dimana salah satu kota yang berhasil ditemukan
adalah Mohenjo-Daroo. Persaingan dari kedua peradaban tersebut mencapai
puncaknya dengan menggunakan senjata nuklir.
- Para ahli menemukan bahwa pada
puing-puing maupun sisa-sisa tengkorak manusia yang ditemukan di
Mohenjo-Daroo mengandung residu radio-aktif yang hanya bisa dihasilkan
lewat ledakan Thermonuklir skala besar. Dalam sebuah seloka mengenai
Mahabharata, diceritakan dengan kiasan sebuah senjata penghancur massal
yang akibatnya mirip sekali dengan senjata nuklir masa kini.
- Beberapa Sloka dalam kitab Weda
dan Jain secara eksplisit dan lengkap menggambarkan bentuk dari ‘wahana terbang’
yang disebut ‘Vimana’ yang ciri-cirinya mirip piring terbang masa kini.
Sebagian besar bukti tertulis justru berada di India dalam bentuk naskah
sastra, sedangkan bukti fisik justru berada di belahan dunia barat yaitu
Piramid di Mesir dan Amerika Selatan.
- Dari hasil riset dan penelitian
yang dilakukan ditepian sungai Gangga di India, para arkeolog menemukan
banyak sekali sisa-sisa puing-puing yang telah menjadi batu hangus di atas
hulu sungai. Batu yang besar-besar pada reruntuhan ini dilekatkan jadi
satu, permukaannya menonjol dan cekung tidak merata. Jika ingin melebur
bebatuan tersebut, dibutuhkan suhu paling rendah 1.800 °C. Bara api yang
biasa tidak mampu mencapai suhu seperti ini, hanya pada ledakan nuklir
baru bisa mencapai suhu yang demikian.
- Di dalam hutan primitif di
pedalaman India, orang-orang juga menemukan lebih banyak reruntuhan batu
hangus. Tembok kota yang runtuh dikristalisasi, licin seperti kaca,
lapisan luar perabot rumah tangga yang terbuat dari batuan didalam
bangunan juga telah dikacalisasi. Selain di India, Babilon kuno, gurun
sahara, dan guru Gobi di Mongolia juga telah ditemukan reruntuhan perang
nuklir prasejarah. Batu kaca pada reruntuhan semuanya sama persis dengan
batu kaca pada kawasan percobaan nuklir saat ini.
Bukti ilmiah
peradaban Veda. Bukti-bukti arkeologis, geologis telah terungkap dari penemuan
fosil-fosil maupun artefak- alat yang digunakan manusia pada masa itu telah
terbukti menunjukkan bahwa peradaban manusia modern telah ada sekitar ratusan
juta bahkan miliaran tahun yang lalu. Bukti-bukti tersebut diungkapkan oleh
Michael Cremo, seorang arkeolog senior, peneliti dan juga penganut weda dari
Amerika, dengan melakukan penelitian lebih dari 8 tahun.
Dari
berbagai belahan dunia termasuk juga dari Indonesia telah dapat mengungkapkan
misteri peradaban weda tersebut secara bermakna. Laporan tersebut ditulis dalam
beberapa buku yang sudah diterbitkan seperti ; Forbidden Archeology, The Hidden
History of Human Race, Human Devolution: A Vedic alternative to Darwin’s Theory,
terbitan tahun 2003. Dalam buku tersebut akan banyak ditemukan fosil, artefak-
peninggalan berupa kendi, alas kaki, alat masak dan sebagainya yang telah
berusia ratusan juta tahun bahkan miliaran tahun, dibuat oleh manusia yang
mempunyai peradaban maju, tidak mungkin dibuat oleh kera atau primata yang
lebih rendah.
Dari
buku-buku tersebut juga ditemukan adanya manipulasi beberapa arkeolog dengan
mengubah dimensi waktunya, hal ini bertujuan untuk mendukung teori evolusi
Darwin, karena kenyataannya teori evolusi masih sangat lemah. Bukti ilmiah
sudah dengan jelas menyatakan bahwa peradaban weda telah ada miliaran tahun.
Para ilmuwan telah membuktikan bahwa perang besar di tanah suci Kukrksetra,
kota Dwaraka, sungai suci Sarasvati dan sebagainya merupakan suatu peristiwa
sejarah, bukan sebagai mitologi. Setiap kali kongres para arkeolog dunia selalu
menyampaikan bukti-bukti baru tentang peradaban Barthavarsa purba.
Sebenarnya
masih banyak bukti ilmiah lainnya yang menunjukkan peradaban weda tersebut,
sehingga Satya yuga, Tretha yuga, Dvapara yuga dan Kali yuga dengan durasi
sekitar 4.320.000 tahun merupakan suatu sejarah peradaban manusia modern yang
memegang teguh perinsip dharma.
Perang
Bharatayuda. Para arkeolog terkemuka dunia telah sepakat bahwa perang besar di
Kuruksetra merupakan sejarah Bharatavarsa (sekarang India) yang terjadi sekitar
5000 tahun yang lalu. Sekarang para peneliti hanya ingin menentukan tanggal
yang pasti tentang peristiwa tersebut. Dari hasil pengamatan beserta
bukti-bukti ilmiah. Dari berbagai estimasi maka dibuatlah suatu usulan
peristiwa-peristiwa sebagai berikut
- Sri Krishna tiba di Hastinapura
diprakirakan sekitar 28 September 3067 SM
- Bhishma pulang ke dunia rohani
sekitar 17 Januari 3066 SM
- Balarama melakukan perjalanan
suci di sungai Saraswati pada bulan Pushya 1 Nov. 1, 3067 SM
- Balarama kembali dari
perjalanan tersebut pada bulan Sravana 12 Dec. 12, 3067 SM
- Gatotkaca terbunuh pada 2
Desember 3067 SM.
Dan banyak
lagi penanggalan peristiwa-peristiwa penting sudah di kalkulasi.
Tempat-tempat
Kuno yang ada sampai saat ini
Dalam epos
mahabharata dan ramayana disebutkan beberapa tempat monumental yang bisa
dijumpai hingga saat ini yaitu :
- Kota kuno Dvaraka. Demikian juga keberadaan
kota Dvaraka yang dulu menjadi misteri, kota tersebut disebutkan dalam
Mahabharata bahwa Dvaraka tenggelam di pantai. Doktor Rao adalah seorang
arkeolog senior yang dengan tekun menyelidiki dengan “marine archaeology”
dan hasilnya ditemukannya reruntuhan kota bawah laut, beserta ornamennya,
didaerah Gujarat. Dwaraka, kota kerajaan Sri Krishna masa lalu.
- Sungai Sarasvati. Keberadaan kota purba
Harrapa dan Mohenjodaro serta keberadaan sungai suci Sarasvati telah
dijumpai dalam Rig Weda, namun tidak diketahui keberadaannya, kemudian
oleh NASA dengan pemotretan dari luar angkasa ternyata dijumpai sebuah
lembah yang merupakan bekas sungai yang telah mengering, namun dalam
kedalaman tertentu masih tampak ada aliran air di wilayah Pakistan yang
bermuara ke lautan Arab, arahnya sesuai dengan yang digambarkan dalam
sastra.
- Jembatan Alengka. Pemotretan luar angkasa
yang dilakukan oleh NASA telah menemukan adanya jembatan mistrius yang
menghubungkan Manand Island (Srilanka) dan Pamban Island (India) sepanjang
30 Km, dengan lebar sekitar 100 m, tampak pula jembatan tersebut buatan
manusia dengan umur sekitar 1.750.000 tahun. Angka ini sesuai dengan
sejarah Ramayana yang terjadi pada Tretha yuga. Sekarang sedang diteliti
jenis bebatuannya. Jadi Ramayana itu adalah ithihasa (sejarah), bukan
merupakan dongeng. Citra dari Rama Brige sendiri sangat mudah terlihat
dari atas permukaan air laut karena letaknya yang tidak terlalu dalam,
yaitu hanya tergenang sedalam kira-kira 1,2 meter (jika air laut sedang
surut) dengan lebar hampir 100 m.
Singkatnya
segala penyelidikan di atas berusaha menyatakan bahwa umat manusia pernah maju
dalam peradaban Atlantis dan Rama. Bahkan jauh sebelum 4000 SM manusia pernah
memasuki abad antariksa dan teknologi nuklir. Akan tetapi zaman keemasan
tersebut berakhir akibat perang nuklir yang dahsyat hingga pada masa
sesudahnya, manusia sempat kembali ke zaman primitif. Masa primitif ini
berakhir dengan munculnya peradaban Sumeria sekitar 4000 SM atau 6000 tahun
yang lalu.
Dari
beberapa bukti peninggalan tersebut dapat disimpulkan perang dan mabuk akan
kekuasaanlah yang mengakibatkan manusia menjadi terpuruk. Dan hal ini patut
kita renungkan lebih seksama sebagai buah pelajaran bahwa mengapa manusia zaman
prasejarah yang memiliki sebuah teknologi maju tidak bisa mewariskan
teknologinya, malah hilang tanpa sebab, yang tersisa hanya setumpuk jejak saja.
seperti petuah bijak sri krishna dalam epos mahabharata " untuk memulai
peradaban baru maka peradaban lama harus dihancurkan sehingga tatanan baru
kehidupan dapat terwujud"
yada-yada hi dharmasya
glanir bhavanti bhatara
abhyutthanam adharmasya
tada 'tmanam srijamy aham ( Bhagavad
Gita IV.7)
Artinya :
Manakala dharma hendak sirna dan
adharma hendak merajalela saat itu, wahai keturunan Batara Aku sendiri turun
menjelma.
paritranaya sadhunam
vinasaya cha dushkritam
dharma samsthapanarthaya
sambhavami yuge-yuge ( Bhagavad Gita
IV.8)
Artinya :
Demi untuk melindungi kebajikkan demi untuk memusnahkan kejaliman
dan demi untuk menegakkan dharma Aku lahir kedunia dari masa-ke-masa.
Komentar
Posting Komentar