Himpunan
sabda suci Tuhan Yang Maha Esa disebut Veda, dan bentuknya berupa syair-syair
yang indah disebut mantra. Veda bagaikan seorang ibu yang membimbing mereka
yang beriman untuk memperoleh kemakmuran, panjang umur, kehidupan yang penuh
semangat kerja, kemasyhuran, kekayaan dan kemuliaan. Sloka adalah sejenis puisi
yang mengandung ajaran, biasanya terdiri dari 4 (empat) larik yang berirama
yang mengandung sampiran dan isi.
“Diskusikanlah kutipan bait-bait sloka kitab suci” berikut ini dengan; teman anda, orang tua di rumah, dan siapa saja yang menurut anda pantas diajak berdiskusi. Buatlah laporan hasil diskusi anda, selamat mencoba...!
Berikut
ini dapat disajikan beberapa sloka dari kitab suci yang menggariskan Veda
sebagai sumber hukum yang bersifat universal, antara lain sebagai
berikut:
“Yaá pàvamànir adhyeti
åûibhiá saý bhåaý rasam.
sarvaý sa pùtam aúnati
svaditaý màtariúvanà”
Terjemahan:
“Dia yang menyerap
(memasukkan ke dalam pikiran) melalui pelajaranpelajaran pemurnian intisari
mantra-mantra Veda yang diungkapkan kepada para rsi menikmati semua tujuan yang
sepenuhnya dimurnikan yang dibuat manis oleh Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi
napas hidup semesta alam (Ågveda IX.67.31).
“Pàvamànir yo adhyetiåûibhiá
saýbhåaý rasam
tasmai sarasvati duhe
kûiraý sarpir madhùdakam”.
Terjemahan:
‘Siapapun juga
yang mempelajari mantram-mantram veda yang suci yang berisi intisari
pengetahuan yang diperoleh para rsi, Devi pengetahuan (yakni Sang Hyang Saraswati)
menganugerahkan susu, mentega yang dijernihkan, madu dan minuman Soma (minuman
para Deva)’(Ågveda IX.67.32).
“Iyam te rad yantasi yamano
dhruvo-asi dharunah.
kryai tva ksemaya tva
rayyai tva posaya tva”.
Terjemahan:
Wahai pemimpin,
itu adalah negara mu, engkau pengawasnya. Engkau mawas diri, teguh hati dan
pendukung warga negara. Kami mendekat padamu demi perkembangan pertanian,
kesejahteraan manusia, kemakmuran yang melimpah” (Yajurveda IX.22).
“Ahaý gåbhóàmi
manasà manàýsi
mama cittam anu cittebhir eta.
mama vaseûu hrdayàni vah krnomi,
mama yàtam anuvartmàna eta”.
Terjemahan:
“Wahai para
prajurit, Aku pegang (samakan) pikiranmu dengan pemikiran- Ku. Semoga anda
semua mengikuti aku menyesuaikan pikiran mu dengan pikiran-ku. Aku tawan
hatimu. Temanilah aku dengan mengikuti jalan-Ku, (Atharvaveda,
VI.94.2).
Veda
merupakan karunia ibu Saraswati, dan orang-orang yang mempelajari serta
mengamalkannya dengan keyakinan yang mantap akan terpenuhi keinginannya.
Mantra-mantra Veda mengandung kekuatan kedevataan dan sabda suci ini hendaknya
diajarkan kepada semua orang dalam profesi apapun di masyarakat bahkan
orang-orang asingpun tidak tertutup untuk mempelajari kitab suci Veda,
ajarannya bersifat abadi memberikan perlindungan kepada umatnya. Selanjutnya
kitab smrti menjelaskan sebagai berikut;
“Kàmàtmatà na praúasta
na caiwe hàstya kàmatà,
kàmyo hi wedàdhigamaá
karmayogasca waidikaá”
Terjemahan:
Berbuat hanya
karena nafsu untuk memperoleh phala tidaklah terpuji namun berbuat tanpa
keinginan akan phala tidak dapat kita jumpai di dunia ini karena keinginan-keinginan
itu bersumber dari mempelajari Veda dan karena itu setiap perbuatan diatur oleh
Veda (Manawa Dharmasastra, II.2).
“Teûu samyag vartta màno
gacchatya maralokatàm,
yathà samkalpitàýúceha
sarwan kaman samaúnute”
Terjemahan:
Ketahuilah bahwa
ia yang selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah diatur dengan cara
yang benar, mencapai tingkat kebebasan yang sempurna kelak dan memperoleh semua
keinginan yang ia mungkin inginkan (Manawa Dharmasastra,
II.5).
“Yo’ varnanyeta te mùle
hetu úàstràúrayad dvijaá,
sa sàdhubhir bahiûkàryo
nàstiko vedanindakaá”.
Terjemahan:
Setiap dwijati
yang menggantikan dengan lembaga dialektika dan dengan memandang rendah kedua
sumber hukum (Sruti dan Smrti) harus dijauhkan dari orang-orang bijak sebagai
seorang atheis dan yang menentang Veda (Manawa
Dharmasastra, II.11).
“Kitrúaá sisyo ‘dhyàpya ityàha;
àcàrya putrah úuúrusur
jnànado dharmika úuciá,
àptaá úakto rthadaá sàdhuá
svo ‘dhyàpyo daúa dharmataá”.
Terjemahan:
Menurut hukum
suci, kesepuluh macam orang-orang berikutnya adalah putra guru yaitu ia yang
berniat melakukan pengabdiannya, ia yang memberikan pengetahuan, orang yang
sepenuh hatinya mentaati UU, orang yang suci, orang yang berhubungan karena
perkawinan atau persaudaraan orang yang memiliki kemampuan rohani, orang yang
menghadiahkan uang, orang yang jujur dan keluarga (mereka) dapat mempelajari
Veda (Manawa Dharmasastra, II.109).
“Yam eva tu úuciý
vidyàm
niyataý brahmacàrinam,
tasmai màý brùhi vipràya
nidhipàyà pramàdine”.
Terjemahan:
Tetapi serahkanlah
saya kepada seorang brahmana yang anda ketahui pasti bahwa ia orang yang sudah
suci, yang bisa mengendalikan panca indranya, berbudi baik dan tekun (Manawa
Dharmasastra, II.115).
“Pitådeva manuûyànàm
Vedaú cakûuá sanàtanam,
aúakyaý càprameyaý ca
vedaúàstram iti sthitiá”.
Terjemahan:
Veda adalah mata
yang abadi dari para leluhur, Deva-Deva, dan manusia; peraturan-peraturan dalam
Veda sukar dipahami manusia dan itu adalah kenyataan yang pasti (Manawa
Dharmasastra, XII.94).
“Ya veda vàhyà småtayo
yàs ca kàs ca kudåûþayaá,
sarvàsta niûphalàá pretya
tamo niûþhà hi tà småtàá”
Terjemahan:
Semua tradisi dan
sistem kefilsafatan yang tidak bersumber pada Veda tidak akan memberi pahala
kelak sesudah mati karena dinyatakan bersumber dari kegelapan (Manawa
Dharmasastra, XII.95).
“Utpadyànte cyavante ca
yànyato ‘nyàni kànicit,
tànyarvakalika tayà
niûphalànya nåtàni ca”.
Terjemahan:
Semua ajaran yang
timbul, yang menyimpang dari Veda segera akan musnah, tidak berharga dan palsu
karena tak berpahala (Manawa Dharmasastra, XII. 96).
“Vibhartti sarva bhùtàni
veda úàstraý sanàtanam,
tasmàd etat param manye
yajjantorasya sàdhanam”.
Terjemahan:
Ajaran Veda
menyangga semua makhluk ciptaan ini, karena itu saya berpendapat, itu harus
dijunjung tinggi sebagai jalan menuju kebahagiaan semua insan (Manawa
Dharmasastra, XII. 99).
“Senàpatyaý ca ràjyaý ca
daóða netåtwam eva ca,
sarva lokàdhipatyaý ca
veda úàstravid arhati”.
Terjemahan:
Panglima angkatan
bersenjata, Pejabat pemerintah, Pejabat pengadilan dan penguasa atas semua
dunia ini hanya layak kalau mengenal ilmu Veda itu (Manawa
Dharmasastra, XII.100)
.
“Doûair etaiá kula-ghnànàý
varna-saókara-kàrakaih,
utsàdyante jàti-dharmàá
kula-dharmàú ca úàúvatàá”.
Terjemahan:
Karena dosa dan
kehancuran keluarga ini membawa keruntuhan bagi hukum golongan (varna dharma),
kebiasaan keluarga dan hukum keluarga hancur untuk selama-lamanya, (Bhagawadgìtà, I.43).
“Atha cet tvam
imaý dharmyaý
saògràmaý na kariûyasi,
tatah sva-dharmaý kirtiý ca
hitvà pàpam avàpsyasi”.
Terjemahan:
Akhirnya bila
engkau tidak berperang, sebagaimana kewajiban, dengan meninggalkan kewajiban
dan kehormatan, maka penderitaanlah yang akan
kau peroleh, (Bhagawadgìtà,
II.33).
“Yadà yadà hi dharmasya
glànir bhavati bhàrata,
abhyutthànam adharmasya
tadàtmànam srjàmy aham”.
Terjemahan:
Sesungguhnya
manakala dharma berkurang kekuasaannya dan tirani hendak merajalela, wahai
arjuna, saat itu aku ciptakan diriku sendiri, (Bhagawadgìtà, IV.7).
“Paritràóàya sàdhànàý
vinàsàya ca duûkrtàm,
dharma-saýsthàpanàrthaya
sambhavàmi yuge-yuge”.
Terjemahan:
Untuk melindungi
orang-orang baik dan untuk memusnahkan orang-orang jahat, Aku lahir ke dunia
dari masa ke masa, untuk menegakkan dharma, (Bhagawadgìtà, IV.8).
“Kûipram bhavati dharmàtmà
úaúvac-chàntiý nigacchati,
kaunteya pratijànihi
na me bhaktaá pranaúyati”.
Terjemahan:
Dengan segera ia
menjadi orang benar dan mencapai kedamaian yang kekal abadi; ketahuilah, wahai
Arjuna, para pemuja-Ku pasti tak akan memusnahkan, (Bhagawadgìtà, IX.31).
“Çrutyuktaá paramo dharmastathà
smrti gato ‘parah,
çistàcàrah parah proktasrayo
dharmàá sanàtanàá.
Kunang kengetakena, sasing kajar de sang hyang çruti
dharma ngaranika,
sakajar de sang hyang smrti kuneng dharma ta ngaranika,
çistacara kunang,
acaranika sang çista, dharma ngaranika, sista ngaran sang
hyang satyawadi,
sang apta, sang patisthan, sang panadahan upa deça
sangksepa ika katiga,
dharma ngaranira.
Terjemahan:
Adapun yang patut untuk diingat-ingat, semua apa yang diajarkan oleh Çrutidisebut dharma, semua yang diajarkan oleh Smrti pun dharma namanya,demikian pula tingkah laku orang çista disebut dharma, yang disebut çistaadalah yang berkata-kata benar, orang yang dapat dipercaya, orang yang menjadi tempat pensucian, orang yang menjadi tempat menerima ajaran kerohanian, singkatnya ketiganya itu, dharma namanya, (Sarasamuçcaya, 40).
“Çruyatàm dharmasàswam
çrutwà çaiwopadhàryatàm,
atmanah pratikùlani na
paresàm samàcara.
Matangnyan rengo sarwadàya, paramàrtha ning sinangguh dharma
telas
rinengonta çupwanantà ta ri hati, ikang kadi ling mami
ngùni wih, sasing tak
kahyun yàwakta, yatika tanulahakenanta ring len.
Terjemahan:
Karena itu
dengarkanlah segala upaya, makna yang dianggap dharma, setelah engkau
mendengarnya, camkan itu baik-baik di hati, sebagai mana yang telah saya
katakan sebelumnya, segala sesuatu yang tidak berkenan di hatimu, yang itu janganlah
hendaknya engkau lakukan kepada orang lain, (Sarasamuçcaya, 44).
“Dharmaçcennàwasideta
kapàlenàpi jiwataá,
àdhyo smityawagantawyam
dharma wittà hi sadhawaá”.
Yadyapin atyanta daridra keta ngwang, mahuripa ta dening
tasyan, yan
langgeng apageh ring dharmàprawrtti, hidepen ta sugih
jugàwakta, apan
anghing dharmaprawrtti, màs manik sang sàdhu ngaranira,
yatika prihen
arjanan, yatika ling mami màs manik tan kena ring
corahhayàdi.
Terjemahan:
Walaupun sangat
miskin dan hidup dari hasil meminta-minta, jika tetap teguhdalam menjalankan
dharma, anggaplah dirimu kaya juga, sebab perbuatandharma itulah merupakan
artha kekayaan orang yang saleh, yang itu supayadiusahakan, yang itu yang
kukatakan harta kekayaan yang tak dapat dicuri,dirampas dan sebagainya, (Sarasamuçcaya, 50).
“Dharmamàçarato wrttiryadi
nopagamisyati,
na nama kin çilochàmbu
çàkàdyapi wipatsyate”.
Lawan ling mami, ika sang kewala tumungkulanang
dharma-prawrtti, tàtan
penemwa upajìwananira, apa matangnya tar polih angasag,
gagan, wwai,
lwirning sulabha takwanani harakanira.
Terjemahan:
Lagi pula kata ku, orang yang tekun melaksanakan dharma orang yang tekun melaksanakan dharma, tidak akan tidak memperoleh penghidupannya, apa sebabnya tidak mendapatkan makanan, sayur-sayuran, air, segala macam itu seakan-akan menawarkan dirinya untuk menjadi makanannya, (Sarasamuçcaya, 51).
Dharma “hukum” hendaknya dipedomani dan dilaksanakan dengan sungguh sungguh dalam pengabdian hidup ini guna mewujudkan hidup yang sejahtera dan bahagia. Demikian hendaknya perbuatan kita dalam keseharian, betapapun sibuknya dalam melaksanakan dharma. Usahakanlah sebagai sambilan mencari harta dalam kesibukan hidup ini. Bagaikan sepasang sapi yang menyandang bajak di belakangnya, mengelilingi sawah disambilkan juga mencabut rumput yang dekat padanya sehingga menjadi senang.
Komentar
Posting Komentar